Debat Capres Putaran Kedua
MENGIKUTI debat capres yang kedua kalinya tampak lebih memukau dan materinya juga lebih baik dari sesi pertamanya walaupun masalah berseliwerannya iklan-iklan masih tetap mengganggu konsentrasi penulis dalam mengamatinya.
Dalam artikel kali ini, penulis tidak akan berkomentar selengkap sesi pertama, tetapi ingin mengomentari beberapa debat yang penulis anggap penting di samping mengadakan pelurusan-pelurusan fakta dan data-data yang dikemukakan para paslon yang ada.
Capres Prabowo Subianto menyatakan, adalah penting kita membangun pertahanan yang kuat di daerah Laut China Selatan. Menurut hemat penulis, hal tersebut ialah ide yang sudah lama dan kedaluwarsa untuk dikemukakan lagi dan ditanggapi. Itu karena masalah di Laut China Selatan berdasarkan instruksi Panglima TNI yang lalu, Andika Perkasa: patroli Angkatan Laut kita sudah cukup masih dan efektif untuk menahan kehadiran kapal-kapal penangkap ikan dari China yang selalu dikawal kapal perang mereka. Jadi, masalah Laut China Selatan menurut hemat penulis sudah tidak ada masalah.
Di lain pihak, capres Ganjar Pranowo mempersoalkan masalah ASEAN yang dalam pengambilan keputusan sebaiknya melalui konsensus saja karena dengan cara pengambilan keputusan sangat sulit dilakukan di internal ASEAN. Sementara itu, capres Anies Baswedan menghendaki pelaksanaan kebudayaan harus dilaksanakan sebagai investasi di bidang kebudayaan.
Pada sesi terakhir, Prabowo saat membahas masalah pembelian alutsista karena timbulnya masalah pendanaan terpaksa dilakukan dengan membeli alutsista bekas, tetapi yang masih layak terbang seperti halnya rencana pembelian pesawat Fighter Mirage dari Qatar. Prabowo juga menjelaskan bahwa di era kepemimpinan Bung Karno alutsista yang dibeli keseluruhannya juga alat-alat tempur bekas.
Terus terang pernyataan Prabowo itu benar-benar menggelitik pikiran penulis karena sebagai saksi hidup penulis tahu betul atau paham bahwa hampir keseluruhan alutsista yang dibeli di era Bung Karno dalam rangka membebaskan Irian Barat (Papua) dari Kolonialis Belanda ialah alutsista yang benar-benar baru, kecuali kapal bendera ALRI penjelajah RI-Irian ialah eks penjelajah Uni Soviet, ORNONIKIDZE.
Daftar alutsista yang dibeli di era Soekarno
Dalam rangka memperkuat Angkatan Perang RI untuk membebaskan Irian Barat (Papua) dari lolonialisme Belanda atas instruksi Pemimpin Besar Revolusi, pemerintah membeli dua buah kapal selam baru buatan Uni Soviet yang begitu selesai diinstruksikan mengirim senjata untuk pembebasan Aljazair melalui Maroko.
Berdasarkan hubungan pribadi yang sangat erat dengan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy, Indonesia dapat membeli pesawat angkut Hercules C 130 baru sebanyak 1 skuadron di samping pesawat angkut Antonov terbaru dari Uni Soviet juga 1 skuadron.
Dari Yugoslavia, Indonesia membeli 2 kapal Destroyer baru yang kala itu berteknologi tinggi, antara lain mempunyai meriam antiserangan udara yang otomatis bergerak dan menembak menggunakan radar. Penulis menyaksikan sendiri pembuatan dua kapal tersebut di galangan kapal Angkatan Laut Yugoslavia bersama-sama Bung Karno.
Setelah selesai dibuat dan masuk jajaran armada Angkatan Laut Republik Indonesia, penulis juga diajak turut serta bersama Bung Karno menyaksikan simulasi perang di lautan Jawa. Kemudian untuk memperkuat pasukan Korp Komando Angkatan Laut dibeli tank-tank amfibi baru PT 76.
Di samping itu, peluncur-peluncur roket Katyusha dengan beberapa baterai yang mampu meluluhlantakkan Tanjung Priok cukup dari markas KKO Cilandak. Selain hal-hal yang penulis utarakan di atas, masih banyak lagi alutsista baru yang dibeli pemerintah Indonesia, seperti pesawat-pesawat tempur MIG-15, MIG- 17, MIG-19 bahkan pesawat buru sergap MIG-21 yang sangat modern, rata-rata sebanyak satu skuadron lengkap dengan simulatornya. Kala itu sangat terkenal pilot-pilot MIG-21, antara lain seperti Zainudin Sikado dan Hasan Tabrani.
Belum lagi pesawat pengebom jarak jauh yang berpeluru kendali Tupolev-16 sebanyak satu skuadron yang disiagakan di Lanud Iswahyudi Madiun. Hal-hal yang diutarakan di atas ialah alutsista yang dibeli pemerintah.
Selain itu, masih ada pesawat-pesawat yang merupakan hadiah dari berbagai pihak diberikan secara cuma-cuma sebagai hadiah, yaitu dari Nikita Kruschev, Bung Karno diberi hadiah sebuah pesawat penumpang Ilyushin-28 yang oleh Bung Karno diberi nama Dolok Martimbang. Walaupun diberikan untuk pribadi, oleh Bung Karno pesawat tersebut diserahkan kepada jajaran AURI dengan pilot Sri Mulyono Herlambang yang belakangan hari setelah terjadi Gestok (Gerakan Satu Oktober) yang bersangkutan menjadi KSAU menggantikan Omar Dani yang dipenjarakan oleh rezim Orde Baru.
Kemudian, dari pabrik pesawat Lockheed, Amerika Serikat, Bung Karno mendapat hadiah sebuah pesawat Lockheed Jetstar. Yang satu ini pun masuk ke jajaran AURI. Belum lagi hadiah dari John F Kennedy, yakni sebuah helikopter turboprop eks helikopter kepresidenan Amerika Serikat, Marine One.
Kesimpulan
Pembaca, dari penuturan penulis di atas mengertilah kita bahwa apa yang dikemukakan Prabowo mengenai alutsista di era Bung Karno semuanya tidak benar. Mungkin karena yang bersangkutan kurang memahami sejarah terbentuknya kekuatan angkatan perang terkuat sepanjang sejarah di bumi sebelah selatan yang kala itu sangat disegani oleh lawan-lawan NKRI, termasuk negara adikuasa Amerika Serikat. Pertanyaan kita kaum patriotik Indonesia, bagaimana kondisi pertahanan RI di bawah kepemimpinan Menhan Prabowo Subianto? Silakan Anda pembaca menjawabnya sendiri!
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!